Pendidikan
merupakan indikator kemajuan suatu bangsa. Suatu bangsa yang memiliki
system pendidikan yang baik tentunya akan mempunyai sumber daya manusia
yang mumpuni untuk membangun negeri, ada Negara besar yang terpuruk
karena system pendidikannya buruk, namun adapula Negara dengan sumber
daya terbatas namun mempunyai system pendidikan yang baik mampu menjadi
Negara yang maju baik dari segi ekonomi maupun teknologi.
Dalam
konteks ini, saya mencoba mengulas sistem pendidikan Indonesia pada
masa Hindia Belanda yang kurikulumnya mengacu pada system pendidikan
Belanda, yang menurut saya dapat kita contoh dan terapkan untuk system
pendidikan Indonesia dewasa ini. Banyak intelektual – intelektual
Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan lahir dari kalangan cerdik
pandai hasil didikan sekolah Indonesia bentukan Hindia Belanda. Sebut
saja Agus Salim, Soekarno, Muhammad Hatta, Syahrir, dll. Bahkan Hatta
dan Syahir merupakan lulusan dari Universitas di Belanda.
Pendidikan
pada masa itu, walaupun di masa Indonesia belum merdeka namun mampu
menciptakan kesadaran moral dan intelektual bagi para pelajarnya. Dan
secara kualitas pun pendidikan setara SMP pada masa itu MULO(Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs) atau HBS ( Hogere Burger School ) yang
setara SMA, lulusannya minimal menguasai 3 bahasa asing: Belanda,
Inggris dan Prancis. Dapat kita bayangkan betapa luar biasanya lulusan
universitas jika lulusan sekolah menengahnya saja seperti itu.
Apa
yang menjadi perbedaan dasar dari system pendidikan dahulu dan
sekarang?. Dalam novel Boemi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer yang
menceritakan kehidupan kaum terpelajar masa Hindia Belanda ada beberapa
hal yang membedakan kualitas pendidikan pada masa itu dan sekarang.
Pertama,
Sistem Pendidikan yang mengekplorasi kreatifitas. Dengan kreatifitas
kita dapat melakukan sesuatu yang berbeda dari yang biasa dilakukan oleh
orang kebanyakan, kreatifitas menuntut kita untuk selalu berfikir untuk
memecahkan sesuatu masalah dengan berbagai macam cara, dengan berbagai
macam sudut pandang. Dan system pendidikan yang mengeksplorasi
kreatifitas inilah yang ada masa Hindia Belanda dahulu dan belum muncul
pada masa pendidikan sekarang.
Kedua,
Sistem pendidikan yang memerdekakan pikiran, pada masa Hindia Belanda,
seperti yang diceritakan Pramoedya dalam novelnya memberikan kebebasan
penuh kepada pelajarnya untuk mengemukakan pendapatnya, diskusi ilmiah
pada masa itu merupakan kegiatan yang lebih mendominasi dibandingkan
dengan kegiatan belajar lainnya. Guru bertindak sebagai fasilitator yang
menengahi dan sebatas memberikan Brain Storming, selebihnya merupakan kesempatan siswa untuk menyatakan apa yang menjadi pendapatnya.
Ketiga,
Sistem Pendidikan dengan budaya iterasi. Karena kemampuan
mengekspresikan ide dalam bentuk tulisan adalah sebuah bukti mutlak
bangsa berperadaban tinggi. Menulis berbagai hal, menuliskan ide-ide
besar, menulis tentang sains, budaya, seni. Sejarah mencatat, semua
bangsa besar adalah bangsa yang gemar menulis dan membaca. Pada masa
pendidikan era Hindia Belanda kita akan temui banyak sekali surat kabar
yang memuat tulisan – tulisan kaum terpelajar. Nama – nama seperti
Hatta, Soekarno, Kartini, Natsir, dan banyak lagi adalah mereka yang
banyak mengemukakan pendapatnya melalui tulisan.
Dengan
ketiga perbedaan yang dijelaskan diatas, kita tidak usah sungkan untuk
mengadopsi system pendidikan Negara lain dalam hal ini Belanda sebagai
usaha memperbaiki system pendidikan Indonesia, jika 1 abad lalu ketika
Indonesia masih dalam keadaan terjajah system pendidikannya mampu
melahirkan intetektual terpelajar yang memerdekakan maka harusnya ketika
Indonesia sudah merdeka, Intelektual pelajar yang dihasilkan system
pendidikan Indonesia bisa jauh lebih baik dari dahulu.
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar